Senin, 16 Januari 2012

Andongrejo : Potensi Sosial Desa Pinggir Hutan di Jember

Dikutip setelah membaca buku “Dinamika Kelembagaan Sistem Informasi Desa”, dari LATIN (Lembaga Alam Tropika Indonesia).

Desa Andongrejo merupakan salahsatu desa pinggir hutan seperti desa lainnya di Pulau Jawa. Desa ini masuk dalam wilayak kecamatan Tempurejo, akan tetapi aktifitas masyarakat kebanyakan ke daerah Ambulu. Ambulu merupakan kota kecamatan yang ramai dan menjadi salah satu pusat ekonomi bagi daerah-daerah sekitar. Secara umum, desa ini berbatasan langsung dengan Taman Nasional Meru Betiri (TNMB), yang merupakan taman nasional yang ditemukan harimau jawa terakhir.
Masyarakat di desa Andongrejo merupakan potret masyarakat miskin. Minimnya lahan pertanian membuat perekonomian penduduk desa tersebut terpuruk. Rumah yang diberi istilah gubug-gubug didirikan disekitar lahan kebun tethelan (reclaiming) dipinggir kawasan taman nasional. Masyarakat tersebut menanam padi didaerah kering, pisang, dan juga mengambil madu di pohon-pohon besar.
Selain itu, desa tersebut masih sepi dari lalu-lalang orang. Adakalanya penduduk mencari bambu atau bahan obat-obatan ke arah hutan, truk melintas dari arah bandealit menuju ke ambulu dengan mengangkut ternaj dan orang. Bandealit merupakan salah satu dusun di desa Andongrejo, daerah pesisir terletak 14 km dari pusat desa dan berada di dalam kawasan TNMB.
Menurut LATIN (2005), desa Andongrejo dihuni 5.497 penduduk pada tahun 2000. Penduduk terdiri atas 2 suku, yaitu suku jawa dan suku madura. Mayoritas penduduk memeluk agama islam. Didesa tersebut memiliki 2 masjib dan mushola/langgar yang terdapat di blok-blok lingkungan sebagai pusat aktifitas, terutama anak-anak. Pada saat menjelang maghrib, anak-anak datang ke mushola untuk membaca dan menulis arab. Setiap mushola memilki ustad yang bertugas mengajar mengaji dan memimpin kegiatan keagamaan lain seperti upacara selamatan/kenduri.
Masyarakat andongrejo memiliki wadah untuk jaringan informasi berupa kegiatan tahlilan. Tahlilan didaerah tersebut dibentuk berdasarkan tempat tinggal (wilayah RT) sebagai bentuk semangat keagamaan. Acara tersebut diadakan secara bergantian di salah satu rumah warga. Sebelum acara dimulai anggota tahlilan mengumpulkan uang dari para anggota untuk tuan rumah. Jumlah iuran tidak ditentukan nominalnya, tetapi dibatasi dengan jumlah minimumnya. Selain kelompok ini dibentuk berdasarkan kelompok keagamaan, tetapi didalamnya terdapat bentuk sosial lainnya yaitu, pemberian penyuluhan dari polisi kehutanan tentang hal-hal yang berkaitan taman nasional.
Dalam kaitannya dengan sektor ekonomi, masyarakat memiliki relasi sosial dnegan tengkulah. Hubungan ekonomi tersebut dalam bentuk jual beli hasil pertanian terutama pisang. Petani melakukan jual beli secara langganan. Dalam jual beli tersbeut ada kalanya salah satu pihak saling dihutang atau saling meminjam [DE].


0 komentar:

Posting Komentar